1.Pengertian kesusastraan dan sastrawan
sastra
Menurut segi bahasa kesusastraan terdiri dari kata susastra
yang ditambahi imbuhan ke – an. Menurut bahasa sanskerta susastra terbagi lagi
menjadi dua kata yaitu kata su dan sastra.Su berarti indah atau baik dan sastra
berarti lukisan atau karangan. Jadi, susastra berarti karangan atau lukisan
yang baik dan indah. Kesusastraan berarti segala tulisan atau karangan yang
mengandung nilai-nilai kebaikan yang ditulis dengan bahasa yang indah.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2001:
1. Sastra : bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai dalam kitab-kitab
(bukan bahasa sehari-hari).
2. Kesastraan : perihal sastra (makna lebih luas daripada kesusastraan).
3. Sastrawan : 1. Ahli sastra, 2. pujangga, 3. (orang) pandai-pandai ; cerdik
cendikia.
4. Susastra : karya yang isi dan bentuknya sangat serius, berupa ungkapan yang
ditimba dari kehidupan kemudian direka dan disusun dengan bahasa yang indah
sebagai saranya sehingga mencapai estetika yang tinggi.
5. Kesusastraan : 1. perihal sastra, 2. ilmu pengetahuan tentang segala hal
yang bertalian dengan susastra, 3. buku-buku sejarah tentang sejarah susastra.
Dari pengertian yang telah dituliskan tadi maka kita dapat
mengambil kesimpulan bahwa sastra merupakan seni bahasa yang mengandung
nilai-nilai kebaikan yang ditulis dengan bahasa yang indah dan memiliki makna
yang dalam berdasarkan pengalaman jiwa manusia serta disusun dengan bahasa yang
indah sehingga mencapai nilai estetika yang tinggi.
2.Periodisasi Sastra di Indonesia
Periodisasi Sastra adalah pembagian kesusastraan berdasarkan
masa atau zamannya yang ditandai oleh ciri-ciri tertentu. Berikut periodisasi
sastra Indonesia yang dibuat oleh berbagai ahli sastra :
1. B. Simorangkir-Simanjuntak berpendapat bahwa periodisasi sastra adalah
sebagai berikut :
a) Masa lama atau purba (sebelum datangnya pengaruh hindu).
b) Masa hindu-arab (mulai dari pengaruh hindu sampai kedatangan agama islam,
sampai kedatangan orang asing).
c) Masa baru (dari zaman Abdullah bin abdul kadir Munsyi, hingga perang dunia
ke-II)
d) Masa mutakhir (dari tahun1942 sampai sekarang)
2. Nj. Nursinah Supardo, menurutnya periodisasi sastra
dibagi menjadi :
a) Angkatan Abdullah atau zaman peralihan
b) Angkatan balai pustaka
c) Angkatan pujangga baru
d) Angkatan Jepang
e) Angkatan 45
3. Zuber Usman, B.A. menyusun periodisasi sebagai berikut :
a) Kesusastraan lama
b) Zaman peralihan
c) Kesusastraan baru yang dibagi atas :
1) Angkatan balai pustaka
2) Angkatan pujangga baru
3) Angkatan Jepang
4) Angkatan 45
4. Sabaruddin Ahmad, B.A. membuat pembagian sebagai berikut
:
1) Sastra angkatan lama yang dibedakan atas :
a. Zaman dinamisme (masa pra sejarah)
b. Zaman hinduisme (masa pengaruh hindu)
c. Zaman islamisme (masa masuknya islam ke Indonesia)
2) Sastra angkatan baru yang dibagi pula atas :
a. Angkatan balai pustaka
b. Angkatan pujangga baru
c. Angkatan Jepang
d. Angkatan 45
5. Drs. Nugroho Sotosusanto membagi kesusastraan indonesia
berdasarkan sejarahnya sebagai berikut :
a. Sastra melayu lama
b. Sastra Indonesia modern, yang dibagi atas :
1) Masa kebangkitan (1920-1945)
I. Periode 1920
II. Periode 1933
III. Periode 1945
2) Masa perkembangan (1945hingga sekarang) dibagi pula atas :
I. Periode 1945
II. Periode 1950
Kesimpulan :
Berdasarkan periodisasi di atas maka pembagian periodisasi sastra indonesia
adalah sebagai berikut :
I. Kesusastraan lama, yang dibagi atas:
a. Zaman purba
b. Zaman hindu
c. Zaman islam
d. Zaman abdullah (zaman peralihan)
II. Kesusastraan baru, yang dibagi atas
a. Angkatan balai pustaka (angkatan 20)
b. Angkatan pujangga baru (angkatan 30)
c. Angkatan 45
d. Angkatan 50
e. Angkatan 66
3.Angkatan Balai pustaka
Karya sastra di Indonesia sejak tahun 1920 – 1950, yang dipelopori oleh
penerbit Balai Pustaka.
Prosa (roman, novel, cerita pendek dan drama) dan puisi mulai menggantikan
kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat dalam khazanah sastra di
Indonesia pada masa ini.
Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan
cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti
kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). Balai
Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-Tinggi, bahasa
Jawa dan bahasa Sunda; dan dalam jumlah terbatas dalam bahasa Bali, bahasa
Batak dan bahasa Madura.
Pengarang dan karya sastra Angkatan Balai Pustaka
Merari Siregar
Merari Siregar (lahir di Sipirok, Sumatera Utara pada 13 Juli 1896 dan wafat di
Kalianget, Madura, Jawa Timur pada 23 April 1941) adalah sastrawan Indonesia
angkatan Balai Pustaka.
Setelah lulus sekolah Merari Siregar bekerja sebagai guru bantu di Medan.
Kemudian dia pindah ke Jakarta dan bekerja di Rumah Sakit CBZ (sekarang Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo). Terakhir pengarang ini pindah ke Kalianget, Madura,
tempat ia bekerja di Opium end Zouregie sampai akhir hayatnya.
Karya-karyanya yang terkenal adalah
1. Azab dan Sengsara. Jakarta: Balai Pustaka. Cet. 1 tahun 1920,Cet.4 1965.
2. Binasa Karena Gadis Priangan. Jakarta: Balai Pustaka 1931.
3. Cerita tentang Busuk dan Wanginya Kota Betawi. Jakarta: Balai Pustaka 1924.
4. Cinta dan Hawa Nafsu. Jakarta: t.th.
5. Si Jamin dan si Johan. Jakarta: Balai Pustaka 1918
.
Marah Roesli
Marah Rusli, sang sastrawan itu, bernama lengkap Marah Rusli bin Abu Bakar. Ia
dilahirkan di Padang pada tanggal 7 Agustus 1889. Ayahnya, Sultan Abu Bakar,
adalah seorang bangsawan dengan gelar Sultan Pangeran. Ayahnya bekerja sebagai
demang. Marah Rusli mengawini gadis Sunda kelahiran Bogor pada tahun 1911.
Mereka dikaruniai tiga orang anak, dua orang laki-laki dan seorang perempuan.
Perkawinan Marah Rusli dengan gadis Sunda bukanlah perkawinan yang diinginkan
oleh orang tua Marah Rusli, tetapi Marah Rusli kokoh pada sikapnya, dan ia
tetap mempertahankan perkawinannya.
Meski lebih terkenal sebagai sastrawan, Marah Rusli sebenarnya adalah dokter
hewan. Berbeda dengan Taufiq Ismail dan Asrul Sani yang memang benar-benar
meninggalkan profesinya sebagai dokter hewan karena memilih menjadi penyair,
Marah Rusli tetap menekuni profesinya sebagai dokter hewan hingga pensiun pada
tahun 1952 dengan jabatan terakhir Dokter Hewan Kepala. Kesukaan Marah Rusli
terhadap kesusastraan sudah tumbuh sejak ia masih kecil. Ia sangat senang
mendengarkan cerita-cerita dari tukang kaba, tukang dongeng di Sumatera Barat
yang berkeliling kampung menjual ceritanya, dan membaca buku-buku sastra. Marah
Rusli meninggal pada tanggal 17 Januari 1968 di Bandung dan dimakamkan di
Bogor, Jawa Barat.
Dalam sejarah sastra Indonesia, Marah Rusli tercatat sebagai pengarang roman
yang pertama dan diberi gelar oleh H.B. Jassin sebagai Bapak Roman Modern
Indonesia. Sebelum muncul bentuk roman di Indonesia, bentuk prosa yang biasanya
digunakan adalah hikayat.
Marah Rusli berpendidikan tinggi dan buku-buku bacaannya banyak yang berasal
dari Barat yang menggambarkan kemajuan zaman. Ia kemudian melihat bahwa adat
yang melingkupinya tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Hal itu
melahirkan pemberontakan dalam hatinya yang dituangkannya ke dalam karyanya,
Siti Nurbaya. Ia ingin melepaskan masyarakatnya dari belenggu adat yang tidak
memberi kesempatan bagi yang muda untuk menyatakan pendapat atau keinginannya.
Dalam Siti Nurbaya, telah diletakkan landasan pemikiran yang mengarah pada
emansipasi wanita. Cerita itu membuat wanita mulai memikirkan akan hak-haknya,
apakah ia hanya menyerah karena tuntutan adat (dan tekanan orang tua) ataukah
ia harus mempertahankan yang diinginkannya. Ceritanya menggugah dan
meninggalkan kesan yang mendalam kepada pembacanya. Kesan itulah yang terus
melekat hingga sampai kini. Setelah lebih delapan puluh tahun novel itu
dilahirkan, Siti Nurbaya tetap diingat dan dibicarakan.
Selain Siti Nurbaya, Marah Rusli juga menulis beberapa roman lainnya. Akan
tetapi, Siti Nurbaya itulah yang terbaik. Roman itu mendapat hadiah tahunan
dalam bidang sastra dari Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1969 dan
diterjemahkan ke dalam bahasa Rusia.Karya-karyanya yang terkenal antara lain :
• Siti Nurbaya. Jakarta : Balai Pustaka. 1920 mendapat hadiah dari Pemerintah
RI tahun 1969.
• La Hami. Jakarta : Balai Pustaka. 1924.
• Anak dan Kemenakan. Jakarta : Balai Pustaka. 1956.
• Memang Jodoh (naskah roman dan otobiografis)
• Tesna Zahera (naskah Roman)
Nur Sutan Iskandar
Nur Sutan Iskandar (Sungai Batang, Sumatera Barat, 3 November 1893 – Jakarta,
28 November 1975) adalah sastrawan Angkatan Balai Pustaka.
Nur Sutan Iskandar memiliki nama asli Muhammad Nur. Seperti umumnya lelaki
Minangkabau lainnya Muhammad Nur mendapat gelar ketika menikah. Gelar Sutan
Iskandar yang diperolehnya kemudian dipadukan dengan nama aslinya dan Muhammad
Nur pun lebih dikenal sebagai Nur Sutan Iskandar sampai sekarang.
Setelah menamatkan sekolah rakyat pada tahun 1909 Nur Sutan Iskandar bekerja
sebagai guru bantu. Pada tahun 1919 ia hijrah ke Jakarta. Di sana ia bekerja di
Balai Pustaka, pertama kali sebagai korektor naskah karangan sampai akhirnya
menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Balai Pustaka (1925-1942). Kemudian ia
diangkat menjadi Kepala Pengarang Balai Pustaka, yang dijabatnya 1942-1945.
Nur Sutan Iskandar tercatat sebagai sastrawan terproduktif di angkatannya.
Selain mengarang karya asli ia juga menyadur dan menerjemahkan buku-buku karya
pengarang asing seperti Alexandre Dumas, H. Rider Haggard dan Arthur Conan
Doyle. Karya-karyanya yang terkenal antara lain :
1. Apa Dayaku karena Aku Perempuan (Jakarta: Balai Pustaka, 1923)
2. Cinta yang Membawa Maut (Jakarta: Balai Pustaka, 1926)
3. Salah Pilih (Jakarta: Balai Pustaka, 1928)
4. Abu Nawas (Jakarta: Balai Pustaka, 1929)
5. Karena Mentua (Jakarta: Balai Pustaka, 1932)
6. Tuba Dibalas dengan Susu (Jakarta: Balai Pustaka, 1933)
7. Dewi Rimba (Jakarta: Balai Pustaka, 1935)
8. Hulubalang Raja (Jakarta: Balai Pustaka, 1934)
9. Katak Hendak Jadi Lembu (Jakarta: Balai Pustaka, 1935)
10. Neraka Dunia (Jakarta: Balai Pustaka, 1937)
11. Cinta dan Kewajiban (Jakarta: Balai Pustaka, 1941)
12. Jangir Bali (Jakarta: Balai Pustaka, 1942)
13. Cinta Tanah Air (Jakarta: Balai Pustaka, 1944)
14. Cobaan (Turun ke Desa) (Jakarta: Balai Pustaka, 1946)
15. Mutiara (Jakarta: Balai Pustaka, 1946)
16. Pengalaman Masa Kecil (Jakarta: Balai Pustaka, 1949)
17. Ujian Masa (Jakarta: JB Wolters, 1952, cetakan ulang)
18. Megah Cerah: Bacaan untuk Murid Sekolah Rakyat Kelas II (Jakarta: JB
Wolters, 1952)
19. Megah Cerah: Bacaan untuk Murid Sekolah Rakyat Kelas III (Jakarta: JB
Wolters, 1952)
20. Peribahasa (Karya bersama dengan K. Sutan Pamuncak dan Aman Datuk Majoindo.
Jakarta: JB Wolters, 1946)
21. Sesalam Kawin (t.t.)
Abdul Muis
Abdul Muis (lahir di Sungai Puar, Bukittinggi, Sumatera Barat, 3 Juli 1883 –
wafat di Bandung, Jawa Barat, 17 Juni 1959 pada umur 75 tahun) adalah seorang
sastrawan dan wartawan Indonesia. Pendidikan terakhirnya adalah di Stovia
(sekolah kedokteran, sekarang Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia),
Jakarta akan tetapi tidak tamat. Ia juga pernah menjadi anggota Volksraad yang
didirikan pada tahun 1916 oleh pemerintah penjajahan Belanda. Ia dimakamkan di
TMP Cikutra – Bandung dan dikukuhkan sebagai pahlawan nasional oleh Presiden
RI, Soekarno, pada 30 Agustus 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia
No. 218 Tahun 1959, tanggal 30 Agustus 1959).
Karir yang pernah dia jalani :
Dia pernah bekerja sebagai klerk di Departemen Buderwijs en Eredienst dan
menjadi wartawan di Bandung pada surat kabar Belanda, Preanger Bode, harian
Kaum Muda dan majalah Neraca pimpinan Haji Agus Salim. Selain itu ia juga
pernah aktif dalam Syarikat Islam dan pernah menjadi anggota Dewan Rakyat yang
pertama (1920-1923). Setelah kemerdekaan, ia turut membantu mendirikan
Persatuan Perjuangan Priangan
Riwayat Perjuangan melawan penjajah antara lain :
• Mengecam tulisan orang-orang Belanda yang sangat menghina bangsa Indonesia
melalui tulisannya di harian berbahasa Belanda, De Express
• Pada tahun 1913, menentang rencana pemerintah Belanda dalam mengadakan
perayaan peringatan seratus tahun kemerdekaan Belanda dari Perancis melalui
Komite Bumiputera bersama dengan Ki Hadjar Dewantara
• Pada tahun 1922, memimpin pemogokan kaum buruh di daerah Yogyakarta sehingga
ia diasingkan ke Garut, Jawa Barat
• Mempengaruhi tokoh-tokoh Belanda dalam pendirian Technische Hooge School –
Institute Teknologi Bandung (ITB)
Karya-karyanya yang terkenal :
• Salah Asuhan (novel, 1928, difilmkan Asrul Sani, 1972)
• Pertemuan Jodoh (novel, 1933)
• Surapati (novel, 1950)
• Robert Anak Surapati(novel, 1953)
Novel asing yang pernah diterjemahkan oleh Abdul Muis antara lain :
• Don Kisot (karya Cerpantes, 1923)
• Tom Sawyer Anak Amerika (karya Mark Twain, 1928)
• Sebatang Kara (karya Hector Melot, 1932)
• Tanah Airku (karya C. Swaan Koopman, 1950)
Tulis Sutan Sati
Tulis Sutan Sati (Bukittinggi, Sumatra Barat, 1898 – 1942) adalah penyair dan
sastrawan Indonesia Angkatan Balai Pustaka. Karya_karyanya yang terkenal antara
lain :
• Tak Disangka (1923)
• Sengsara Membawa Nikmat (1928)
• Syair Rosina (1933)
• Tjerita Si Umbut Muda (1935)
• Tidak Membalas Guna
• Memutuskan Pertalian (1978)
• Sabai nan Aluih: cerita Minangkabau lama (1954)
Aman Datuk Madjoindo
Aman Datuk Madjoindo (Supayang, Solok, Sumatera Barat 1896 – Sirukam, Solok,
Sumatera Barat 6 Desember 1969) adalah sastrawan Angkatan Balai Pustaka.
Salah satu karyanya yang terkenal adalah Si Doel Anak Betawi, yang kemudian
dijadikan film Si Doel Anak Betawi oleh sutradara Syumanjaya, dan menjadi
inspirasi sinetron Si Doel Anak Sekolahan.
Aman pernah mengenyam pendidikan di HIS di Solok, serta Kweekschool (Sekolah
Raja) di Bukittinggi. Setelah lulus sekolah dia sempat menjadi guru di Padang
di tahun 1919 sebelum pindah ke Jakarta dan bekerja di Balai Pustaka pada tahun
1920.
Pada awal masuk Balai Pustaka Aman pertama kali bekerja sebagai sebagai
korektor, sebelum menjadi ajudan redaktur dan kemudian redaktur. Dia juga
pernah menjabat direktur penerbit Balai Pustaka.
Ada lebih 20 buku yang telah dikarang Aman Datuk Madjoindo.Si Doel Anak
Betawiditulis pada tahun1956. Namun jauh dia sebelumnya telah menulis berbagai
cerita lain, di antaranya Menebus dosa (1932), Rusmala Dewi (1932, bersama S.
Hardjosoemarto), Sebabnya Rafiah Tersesat (1934, bersama S. Hardjosoemarto), Si
Cebol Rindukan Bulan (1934), Perbuatan Dukun (1935), Sampaikan Salamku
Kepadanya (1935).
Selain cerita Aman juga menulis karya Melayu lama berbentuk syair dan hikayat.
Syair-syairnya antara lain Syair Si Banto Urai (1931) dan Syair Gul Bakawali
(1936)
Karya-karya yang berbentuk hikayat adalah Cerita Malin Deman dan Puteri Bungsu
(1932), Cindur Mata (1951), Hikayat Si Miskin (1958), Hikayat Lima Tumenggung
(1958).
Dia juga menyelenggarakan penerbitan edisi Sejarah Melayu pada 1959.
• Suman Hasibuan
Suman Hasibuan (lahir di Bengkalis, Riau, 4 April 1904 – wafat di Pekanbaru,
Riau, 8 Mei 1999 pada umur 95 tahun) adalah sastrawan Indonesia. Hasil karya
dari Suman Hasibuan antara lain adalah “Mencari Pencuri Anak Perawan”, “Kawan
Bergelut” (kumpulan cerpen), “Tebusan Darah”, “Kasih Tak Terlerai”, dan
“Percobaan Setia”. Ia digolongkan sebagai sastrawan dari Angkatan Balai
Pustaka. Karya-karyanya yang terkenal antara lain :
• “Pertjobaan Setia” (1940)
• “Mentjari Pentjuri Anak Perawan” (1932)
• “Kasih Ta’ Terlarai” (1961)
• “Kawan Bergelut” (kumpulan cerpen)
• “Tebusan Darah”
Adinegoro
Adinegoro (lahir di Talawi, Sumatera Barat, 14 Agustus 1904 – wafat di Jakarta,
8 Januari 1967 pada umur 62 tahun) adalah sastrawan Indonesia dan wartawan
kawakan. Ia berpendidikan STOVIA (1918-1925) dan pernah memperdalam pengetahuan
mengenai jurnalistik, geografi, kartografi, dan geopolitik di Jerman dan
Belanda (1926-1930).
Nama aslinya sebenarnya bukan Adinegoro, melainkan Djamaluddin gelar Datuk
Madjo Sutan. Ia adalah adik sastrawan Muhammad Yamin. Mereka saudara satu
bapak, tetapi lain ibu. Ayah Adinegoro bernama Usman gelar Baginda Chatib dan
ibunya bernama Sadarijah, sedangkan nama ibu Muhammad Yamin adalah Rohimah. Ia
memiliki seorang istri bernama Alidas yang berdarah Sulit Air ,Solok, Sumatera
Barat.
Dua buah novel Adinegoro yang terkenal (keduanya dibuat pada tahun 1928), yang
membuat namanya sejajar dengan nama-nama novelis besar Indonesia lainnya,
adalah Asmara Jaya dan Darah Muda. Ajip Rosidi dalam buku Ikhtisar Sejarah
Sastra Indonesia (1982), mengatakan bahwa Adinegoro merupakan pengarang
Indonesia yang berani melangkah lebih jauh menentang adat kuno yang berlaku
dalam perkawinan. Dalam kedua romannya Adinegoro bukan hanya menentang adat
kuno tersebut, melainkan juga dengan berani memenangkan pihak kaum muda yang
menentang adat kuno itu yang dijalankan oleh pihak kaum tua.
Di samping kedua novel itu, Adinegoro juga menulis novel lainnya, yaitu Melawat
ke Barat, yang merupakan kisah perjalanannya ke Eropa. Kisah perjalanan ini
diterbitkan pada tahun 1930.
Selain itu, ia juga terlibat dalam polemik kebudayaan yang terjadi sekitar
tahun 1935. Esainya, yang merupakan tanggapan polemik waktu itu, berjudul
“Kritik atas Kritik” terhimpun dalam Polemik Kebudayaan yang disunting oleh
Achdiat K. Mihardja (1977). Dalam esainya itu, Adinegoro beranggapan bahwa
suatu kultur tidak dapat dipindah-pindahkan karena pada tiap bangsa telah
melekat tabiat dan pembawaan khas, yang tak dapat ditiru oleh orang lain. Ia
memberikan perbandingan yang menyatakan bahwa suatu pohon rambutan tidak akan
menghasilkan buah mangga, dan demikian pun sebaliknya.
Buku
• Revolusi dan Kebudayaan (1954)
• Ensiklopedi Umum dalam Bahasa Indonesia (1954),
• Ilmu Karang-mengarang
• Falsafah Ratu Dunia
Novel
• Darah Muda. Batavia Centrum : Balai Pustaka. 1931
• Asmara Jaya. Batavia Centrum : Balai Pustaka. 1932.
• Melawat ke Barat. Jakarta : Balai Pustaka. 1950.
Cerita pendek
• Bayati es Kopyor. Varia. No. 278. Th. Ke-6. 1961, hlm. 3—4, 32.
• Etsuko. Varia. No. 278. Th. Ke-6. 1961. hlm. 2—3, 31
• Lukisan Rumah Kami. Djaja. No. 83. Th. Ke-2. 1963. hlm. 17—18.
• Nyanyian Bulan April. Varia. No. 293. Th. Ke-6. 1963. hlm. 2-3 dan 31—32.
Hamka
HAMKA (1908-1981), adalah akronim kepada nama sebenar Haji Abdul Malik bin
Abdul Karim Amrullah. Beliau adalah seorang ulama, aktivis politik dan penulis
Indonesia yang amat terkenal di alam Nusantara. Beliau lahir pada 17 Februari
1908 di kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat, Indonesia. Ayahnya ialah
Syeikh Abdul Karim bin Amrullah atau dikenali sebagai Haji Rasul, seorang
pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau, sekembalinya dari Makkah pada
tahun 1906.
Daftar Karya Buya Hamka
1. Di Bawah Lindungan Ka’bah (1938)
2. Tenggelamnya Kapal van der Wijck (1957)
3. Tuan Direktur (1950)
4. Didalam Lembah Kehidoepan (1940)
4.Angkatan Pujangga Baru
Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh
Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama
terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran
kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan
elitis menjadi “bapak” sastra modern Indonesia.
Pada masa itu, terbit pula majalah “Poedjangga Baroe” yang dipimpin oleh Sutan
Takdir Alisjahbana, Amir Hamzah dan Armijn Pane. Karya sastra di Indonesia
setelah zaman Balai Pustaka (tahun 1930 – 1942), dipelopori oleh Sutan Takdir
Alisyahbana dkk. Masa ini ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu 1.
Kelompok “Seni untuk Seni” yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir
Hamzah dan; 2. Kelompok “Seni untuk Pembangunan Masyarakat” yang dimotori oleh
Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi.
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutan Takdir Alisjahbana (STA), (lahir di Natal, Sumatera Utara,
11 Februari 1908 – wafat di Jakarta, 17 Juli 1994 pada umur 86 tahun), adalah
sastrawan Indonesia. Menamatkan HKS di Bandung (1928), meraih Mr. dari Sekolah
Tinggi di Jakarta (1942), dan menerima Dr. Honoris Causa dari UI (1979) dan
Universiti Sains, Penang, Malaysia (1987).Diberi nama Takdir karena jari
tangannya hanya ada 4.
Pernah menjadi redaktur Panji Pustaka dan Balai Pustaka (1930-1933), kemudian
mendirikan dan memimpin majalah Pujangga Baru (1933-1942 dan 1948-1953),
Pembina Bahasa Indonesia (1947-1952), dan Konfrontasi (1954-1962). Pernah
menjadi guru HKS di Palembang (1928-1929), dosen Bahasa Indonesia, Sejarah, dan
Kebudayaan di UI (1946-1948), guru besar Bahasa Indonesia, Filsafat
Kesusastraan dan Kebudayaan di Universitas Nasional, Jakarta (1950-1958), guru
besar Tata Bahasa Indonesia di Universitas Andalas, Padang (1956-1958), dan
guru besar & Ketua Departemen Studi Melayu Universitas Malaya, Kuala Lumpur
(1963-1968).
Sebagai anggota Partai Sosialis Indonesia, STA pernah menjadi anggota parlemen
(1945-1949), anggota Komite Nasional Indonesia, dan anggota Konstituante
(1950-1960). Selain itu, ia menjadi anggota Societe de linguitique de Paris
(sejak 1951), anggota Commite of Directors of the International Federation of
Philosophical Sociaties (1954-1959), anggota Board of Directors of the Study
Mankind, AS (sejak 1968), anggota World Futures Studies Federation, Roma (sejak
1974), dan anggota kehormatan Koninklijk Institute voor Taal, Land en
Volkenkunde, Belanda (sejak 1976). Dia juga pernah menjadi Rektor Universitas
Nasional, Jakarta, Ketua Akademi Jakarta (1970-1994), dan pemimpin umum majalah
Ilmu dan Budaya (1979-1994), dan Direktur Balai Seni Toyabungkah, Bali (-1994).
Setelah lulus dari Hogere Kweekschool di Bandung, STA melanjutkan ke Hoofdacte
Cursus di Jakarta (Batavia), yang merupakan sumber kualifikasi tertinggi bagi
guru di Hindia Belanda pada saat itu. Di Jakarta, STA melihat iklan lowongan
pekerjaan untuk Balai Pustaka, yang merupakan biro penerbitan pemerintah
administrasi Belanda. Dia diterima setelah melamar, dan di dalam biro itulah
STA bertemu dengan banyak intelektual-intelektual Hindia Belanda pada saat itu,
baik intelektual pribumi maupun yang berasal dari Belanda. Salah satunya ialah
rekan intelektualnya yang terdekat, Armijn Pane.
Dalam kedudukannya sebagai penulis ahli dan kemudian ketua Komisi Bahasa selama
pendudukan Jepang,Takdir melakukan modernisasi bahasa Indonesia sehingga dapat
menjadi bahasa nasional yang menjadi pemersatu bangsa. Ia yang pertama kali
menulis Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia (1936) dipandang dari segi Indonesia,
buku mana masih dipakai sampai sekarang,serta Kamus Istilah yang berisi
istilah- istilah baru yang dibutuhkan oleh negara baru yang ingin mengejar
modernisasi dalam berbagai bidang. Setalah Kantor Bahasa tutup pada akhir
Perang Dunia kedua, ia tetap mempengaruhi perkembangan bahasa Indonesia melalui
majalah Pembina Bahasa yang diterbitkan dan dipimpinnya. Sebelum kemerdekaan,
Takdir adalah pencetus Kongres Bahasa Indonesia pertama di Solo. Pada tahun
1970 Takdir menjadi Ketua Gerakan Pembina Bahasa Indonesia dan inisiator
Konferensi Pertama Bahasa- Bahasa Asia tentang “The Modernization of The
Languages in Asia (29 September-1 Oktober 1967).
Karya-karyanya antara lain :
• Tak Putus Dirundung Malang (novel, 1929)
• Dian Tak Kunjung Padam (novel, 1932)
• Tebaran Mega (kumpulan sajak, 1935)
• Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia (1936)
• Layar Terkembang (novel, 1936)
• Anak Perawan di Sarang Penyamun (novel, 1940)
• Puisi Lama (bunga rampai, 1941)
• Puisi Baru (bunga rampai, 1946)
• Pelangi (bunga rampai, 1946)
• Pembimbing ke Filsafat (1946)
• Dari Perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa Indonesia (1957)
• The Indonesian language and literature (1962)
• Revolusi Masyarakat dan Kebudayaan di Indonesia (1966)
• Kebangkitan Puisi Baru Indonesia (kumpulan esai, 1969)
• Grotta Azzura (novel tiga jilid, 1970 & 1971)
• Values as integrating vorces in personality, society and culture (1974)
• The failure of modern linguistics (1976)
• Perjuangan dan Tanggung Jawab dalam Kesusastraan (kumpulan esai, 1977)
• Dari Perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia sebagai
Bahasa Modern (kumpulan esai, 1977)
• Perkembangan Sejarah Kebudayaan Indonesia Dilihat dari Segi Nilai-Nilai
(1977)
• Lagu Pemacu Ombak (kumpulan sajak, 1978)
• Amir Hamzah Penyair Besar antara Dua Zaman dan Uraian Nyanyian Sunyi (1978)
• Kalah dan Menang (novel, 1978)
• Menuju Seni Lukis Lebih Berisi dan Bertanggung Jawab (1982)
• Kelakuan Manusia di Tengah-Tengah Alam Semesta (1982)
• Sociocultural creativity in the converging and restructuring process of the
emerging world (1983)
• Kebangkitan: Suatu Drama Mitos tentang Bangkitnya Dunia Baru (drama bersajak,
1984)
• Perempuan di Persimpangan Zaman (kumpulan sajak, 1985)
• Seni dan Sastra di Tengah-Tengah Pergolakan Masyarakat dan Kebudayaan (1985)
• Sajak-Sajak dan Renungan (1987).
Buku yang dieditorinya: Kreativitas (kumpulan esai, 1984) dan Dasar-Dasar
Kritis Semesta dan Tanggung Jawab Kita (kumpulan esai, 1984).
Terjemahannya: Nelayan di Laut Utara (karya Pierre Loti, 1944), Nikudan Korban
Manusia (karya Tadayoshi Sakurai; terjemahan bersama Soebadio Sastrosatomo,
1944).
Armijn Pane
Armijn Pane (lahir di Muara Sipongi, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, 18
Agustus 1908 – wafat di Jakarta, 16 Februari 1970 pada umur 61 tahun) adalah
seorang penulis yang terkenal keterlibatannya dengan majalah Pujangga Baru.
Bersama Sutan Takdir Alisjahbana dan Amir Hamzah, Armijn Pane mampu
mengumpulkan penulis-penulis dan pendukung lainnya dari seluruh penjuru Hindia
Belanda untuk memulai sebuah pergerakan modernisme sastra.
Selain menulis puisi dan novel, Armijn Pane juga menulis kritik sastra.
Tulisan-tulisannya yang terbit pada Pujangga Baru, terutama di edisi-edisi awal
menunjukkan wawasannya yang sangat luas dan, dibandingkan dengan beberapa
kontributor lainnya seperti Sutan Takdir Alisjahbana dan saudara laki-laki
Armijn, Sanusi Pane, kemampuan menilai dan menimbang yang adil dan tidak
terlalu terpengaruhi suasana pergerakan nasionalisme yang terutama di perioda
akhir Pujangga Baru menjadi sangat politis dan dikotomis.
Karya-karyanya yang terkenal yaitu :
• Puisi
o Gamelan Djiwa. Jakarta: Bagian Bahasa Djawa. Kebudayaan Departemen
Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan. 1960
o Djiwa Berdjiwa, Jakarta: Balai Pustaka. 1939.
• Novel
o Belenggu, Jakarta: Dian Rakyat. Cet. I 1940, IV 1954, Cet. IX 1977, Cet. XIV
1991
• Kumpulan Cerpen
o Djinak-Djinak Merpati. Jakarta: Balai Pustaka, Cet. I 1940
o Kisah Antara Manusia. Jakarta; Balai Pustaka, Cet I 1953, II 1979
• Drama
o Antara Bumi dan Langit”. 1951. Dalam Pedoman, 27 Februari 1951.
Sanusi Pane
Sanusi Pane (lahir di Muara Sipongi, Sumatera Utara, 14 November 1905 – wafat
di Jakarta, 2 Januari 1968 pada umur 62 tahun) adalah seorang sastrawan
Indonesia angkatan Pujangga Baru yang karya-karyanya banyak diterbitkan antara
1920-an sampai dengan 1940-an.
Karya-karyanya yang terkenal yaitu :
• Pancaran Cinta (1926)
• Prosa Berirama (1926)
• Puspa Mega (1927)
• Kumpulan Sajak (1927)
• Airlangga (drama berbahasa Belanda, 1928)
• Eenzame Caroedalueht (drama berbahasa Belanda, 1929)
• Madah Kelana (1931)
• Kertajaya (drama, 1932)
• Sandhyakala Ning Majapahit (drama, 1933)
• Manusia Baru (drama, 1940)
• Kakawin Arjuna Wiwaha (karya Mpu Kanwa, terjemahan bahasa Jawa Kuna, 1940)
Tengku Amir Hamzah
Tengku Amir Hamzah yang bernama lengkap Tengku Amir Hamzah Pangeran Indera
Putera (lahir di Tanjung Pura, Langkat, Sumatera Timur, 28 Februari 1911 –
wafat di Kuala Begumit, 20 Maret 1946 pada umur 35 tahun) adalah seorang sastrawan
Indonesia angkatan Pujangga Baru. Ia lahir dalam lingkungan keluarga bangsawan
Melayu dan banyak berkecimpung dalam alam sastra dan kebudayaan Melayu dimana
kemampuannya dalam bidang ini tumbuh dan berkembang.
Amir Hamzah bersekolah menengah dan tinggal di Pulau Jawa pada saat pergerakan
kemerdekaan dan rasa kebangsaan Indonesia bangkit. Di saat-saat ini ia
memperkaya dirinya dengan kebudayaan modern, kebudayaan Jawa, dan kebudayaan
Asia yang lain.
Dalam kumpulan sajak Buah Rindu yang ditulis antara tahun 1928 dan tahun 1935,
terlihat jelas perubahan perlahan saat lirik pantun dan syair Melayu menjadi
sajak yang lebih modern.
Amir Hamzah dibunuh dalam kekacauan revolusi sosial yang terjadi di Sumatera
Timur, di awal-awal tahun Indonesia merdeka. Amir Hamzah tidak hanya menjadi
penyair besar pada jaman Pujangga Baru, tetapi juga menjadi penyair yang diakui
kemampuannya dalam bahasa Melayu-Indonesia hingga sekarang. Di tangannya Bahasa
Melayu mendapat suara dan lagu yang unik yang terus dihargai hingga zaman
sekarang. Beliau wafat di Kuala Begumit dan dimakamkan di pemakaman mesjid
Azizi, Tanjung Pura, Langkat.
Karya-karyanya :
• Nyanyi Sunyi (1954)
• Buah Rindu (1950)
• Setanggi Timur (1939)
Muhammad Yamin
Prof. Muhammad Yamin, SH (lahir di Sawahlunto, Sumatera Barat, 24 Agustus 1903
– wafat di Jakarta, 17 Oktober 1962 pada umur 59 tahun) adalah seorang pahlawan
nasional Indonesia. Ia dimakamkan di Talawi, Sawahlunto
Beliau merupakan salah satu perintis puisi modern di Indonesia, serta juga
‘pencipta mitos’ yang utama kepada Presiden Sukarno.
Yamin memulakan karir sebagai seorang penulis pada dasawarsa 1920-an semasa
puisi Indonesia mengalami romantisisme yang hebat. Karya-karya pertamanya
ditulis dalam bahasa Melayu dalam jurnal Jong Sumatera, sebuah jurnal berbahasa
Belanda, pada tahun 1920. Karya-karyanya yang awal masih terikat kepada
kata-kata basi bahasa Melayu Klasik.
Pada tahun 1922, Yamin muncul buat pertama kali sebagai penyair dengan
puisinya, Tanah Air ; maksud “tanah air”-nya ialah Sumatera. Tanah Air
merupakan himpunan puisi modern Melayu yang pertama yang pernah diterbitkan.
Sitti Nurbaya, novel modern utama yang pertama dalam bahasa Melayu juga muncul
pada tahun yang sama, tetapi ditulis oleh Marah Rusli yang juga merupakan
seorang anak Minangkabau. Karya-karya Rusli mengalami masa kepopuleran selama
sepuluh tahun .
Himpunan Yamin yang kedua, Tumpah Darahku, muncul pada 28 Oktober 1928. Karya
ini amat penting dari segi sejarah karena pada waktu itulah, Yamin dan beberapa
orang pejuang kebangsaan memutuskan untuk menghormati satu tanah air, satu
bangsa, dan satu bahasa Indonesia yang tunggal. Dramanya, Ken Arok dan Ken
Dedes yang berdasarkan sejarah Jawa muncul juga pada tahun yang sama. Antara
akhir dekad 1920-an sehingga tahun 1933, Roestam Effendi, Sanusi Pane, dan
Sutan Takdir Alisjahbana merupakan pembentuk-pembentuk utama bahasa
Melayu-Indonesia dan kesusasteraannya.
Walaupun Yamin menguji kaji bahasa dalam puisi-puisinya, dia masih lebih
menepati norma-norma klasik bahasa Melayu, berbanding dengan generasi-generasi
penulis yang lebih muda. Beliau juga menerbitkan banyak drama, esei, novel
sejarah dan puisi yang lain, serta juga menterjemahkan karya-karya William
Shakespeare (drama Julius Caesar) dan Rabindranath Tagore.
Karya-karyanya yang terkenal :
• Tanah Air, 1922
• Indonesia, Tumpah Darahku, 1928
• Ken Arok dan Ken Dedes, 1934
• Sedjarah Peperangan Dipanegara , 1945
• Gadjah Mada, 1948
• Revolusi Amerika, 1951
5.Angkatan ’45
Pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya
sastrawan Angkatan ’45. Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding
karya Angkatan Pujangga baru yang romantik – idealistik.
Chairil Anwar
Chairil Anwar (lahir di Medan, Sumatera Utara, 26 Juli 1922 – wafat di Jakarta,
28 April 1949 pada umur 26 tahun) atau dikenal sebagai “Si Binatang Jalang”
(dalam karyanya berjudul Aku ) adalah penyair terkemuka Indonesia. Bersama
Asrul Sani dan Rivai Apin, ia dinobatkan oleh H.B. Jassin sebagai pelopor
Angkatan ’45 dan puisi modern Indonesia.
Nama Chairil mulai terkenal dalam dunia sastera setelah pemuatan tulisannya di
“Majalah Nisan” pada tahun 1942, pada saat itu dia baru berusia dua puluh
tahun. Hampir semua puisi-puisi yang dia tulis merujuk pada kematian. Chairil
ketika menjadi penyiar radio Jepang di Jakarta jatuh cinta pada Sri Ayati
tetapi hingga akhir hayatnya Chairil tidak memiliki keberanian untuk
mengungkapkannya.
Semua tulisannya yang asli, modifikasi, atau yang diduga diciplak dikompilasi
dalam tiga buku : Deru Campur Debu (1949); Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang
Putus (1949); dan Tiga Menguak Takdir (1950, kumpulan puisi dengan Asrul Sani
dan Rivai Apin).
Vitalitas puitis Chairil tidak pernah diimbangi kondisi fisiknya, yang
bertambah lemah akibat gaya hidupnya yang semrawut. Sebelum dia bisa menginjak
usia dua puluh tujuh tahun, dia sudah kena sejumlah penyakit. Chairil Anwar
meninggal dalam usia muda karena penyakit TBC. Dia dikuburkan di Taman
Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta. Makamnya diziarahi oleh ribuan pengagumnya
dari zaman ke zaman. Hari meninggalnya juga selalu diperingati sebagai Hari
Chairil Anwar.
Karya-karyanya :
• Deru Campur Debu (1949)
• Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus (1949)
• Tiga Menguak Takdir (1950) (dengan Asrul Sani dan Rivai Apin)
• “Aku Ini Binatang Jalang: koleksi sajak 1942-1949”, diedit oleh Pamusuk
Eneste, kata penutup oleh Sapardi Djoko Damono (1986)
• Derai-derai Cemara (1998)
• Pulanglah Dia Si Anak Hilang (1948), terjemahan karya Andre Gide
• Kena Gempur (1951), terjemahan karya John Steinbeck
Asrul Sani
Asrul Sani (lahir di Rao, Sumatra Barat, 10 Juni 1926 – wafat di Jakarta, 11
Januari 2004 pada umur 77 tahun) adalah seorang sastrawan dan sutradara film
asal Indonesia. Menyelesaikan studi di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Indonesia
(1955). Pernah mengikuti seminar internasional mengenai kebudayaan di
Universitas Harvard (1954), memperdalam pengetahuan tentang dramaturgi dan
sinematografi di Universitas California Selatan, Los Angeles, Amerika Serikat
(1956), kemudian membantu Sticusa di Amsterdam (1957-1958).
Bersama Chairil Anwar dan Rivai Apin, ia mendirikan “Gelanggang Seniman” (1946)
dan secara bersama-sama pula menjadi redaktur “Gelanggang” dalam warta sepekan
Siasat. Selain itu, Asrul pun pernah menjadi redaktur majalah Pujangga Baru,
Gema Suasana (kemudian Gema), Gelanggang (1966-1967), dan terakhir sebagai
pemimpin umum Citra Film (1981-1982).
Karyanya: Tiga Menguak Takdir (kumpulan sajak bersama Chairil Anwar dan Rivai
Avin, 1950), Dari Suatu Masa dari Suatu Tempat (kumpulan cerpen, 1972), Mantera
(kumpulan sajak, 1975), Mahkamah (drama, 1988), Jenderal Nagabonar (skenario
film, 1988), dan Surat-Surat Kepercayaan (kumpulan esai, 1997).
Idrus
Idrus (lahir di Padang, Sumatera Barat, 21 September 1921 – wafat di Padang, 18
Mei 1979 pada umur 57 tahun) adalah seorang sastrawan Indonesia.
Perkenalan Idrus dengan dunia sastra sudah dimulainya sejak duduk di bangku
sekolah, terutama ketika di bangku sekolah menengah. Ia sangat rajin membaca
karya-karya roman dan novel Eropa yang dijumpainya di perpustakaan sekolah. Ia
pun sudah menghasilkan cerpen pada masa itu.
Minatnya pada dunia sastra mendorongnya untuk memilih Balai Pustaka sebagai
tempatnya bekerja. Ia berharap dapat menyalurkan minat sastranya di tempat
tersebut, membaca dan mendalami karya-karya sastra yang tersedia di sana dan
berkenalan dengan para sastrawan terkenal. Keinginannya itu pun terwujud, ia
berkenalan dengan H.B. Jassin, Sutan Takdir Alisyahbana, Noer Sutan Iskandar,
Anas Makruf, dan lain-lain.
Meskipun menolak digolongkan sebagai sastrawan Angkatan ’45, ia tidak dapat
memungkiri bahwa sebagian besar karyanya memang membicarakan
persoalan-persoalan pada masa itu. Kekhasan gayanya dalam menulis pada masa itu
membuatnya memperoleh tempat terhormat dalam dunia sastra, sebagai Pelopor
Angkatan ’45 di bidang prosa, yang dikukuhkan H.B. Jassin dalam bukunya.
Hasratnya yang besar terhadap sastra membuatnya tidak hanya menulis karya
sastra, tetapi juga menulis karya-karya ilmiah yang berkenaan dengan sastra,
seperti Teknik Mengarang Cerpen dan International Understanding Through the
Study of Foreign Literature. Kemampuannya menggunakan tiga bahasa asing
(Belanda, Inggris, dan Jerman) membuatnya berpeluang untuk menerjemahkan
buku-buku asing. Hasilnya antara lain adalah Perkenalan dengan Anton Chekov,
Perkenalan dengan Jaroslov Hask, Perkenalan dengan Luigi Pirandello, dan
Perkenalan dengan Guy de Maupassant.
Karena tekanan politik dan sikap permusuhan yang dilancarkan oleh Lembaga
Kebudayaan Rakyat terhadap penulis-penulis yang tidak sepaham dengan mereka,
Idrus terpaksa meninggalkan tanah air dan pindah ke Malaysia. Di Malaysia,
lepas dari tekanan Lekra, ia terus berkarya. Karyanya saat itu, antara lain,
Dengan Mata Terbuka (1961) dan Hati Nurani Manusia (1963).
Di dalam dunia sastra, kehebatan Idrus diakui khalayak sastra, terutama setelah
karyanya Surabaya, Corat-Coret di Bawah Tanah, dan Aki diterbitkan. Ketiga
karyanya itu menjadi karya monumental. Setelah ketiga karya itu, memang, pamor
Idrus mulai menurun. Namun tidak berarti ia lantas tidak disebut lagi, ia masih
tetap eksis dengan menulis kritik, esai, dan hal-hal yang berkenaan dengan
sastra di surat kabar, majalah, dan RRI (untuk dibacakan).
Karya-karyanya yang terkenal yaitu :
Novel
• Surabaya
• Aki
• Perempuan dan kebangsaan
• Dengan Mata Terbuka
• Hati Nurani Manusia
• Hikayat Putri Penelope
• Hikayat Petualang Lima
• NJ mania KEBANTENAN
Cerpen
• Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma
• Anak Buta
Drama
• Dokter Bisma
• Jibaku Aceh
• Keluarga Surono
• Kejahatan Membalas Dendam
Karya Terjemahan
• Kereta Api Baja
• Roti Kita Sehari-hari
• Keju
• Perkenalan dengan Anton Chekov
• Cerita Wanita Termulia
• Dua Episode Masa Kecil
• Ibu yang Kukenang
• Acoka
• Dari Penciptaan Kedua
Mochtar Lubis
Mochtar Lubis (lahir di Padang, Sumatera Barat, 7 Maret 1922 – wafat di
Jakarta, 2 Juli 2004 pada umur 82 tahun) adalah seorang jurnalis dan pengarang
ternama asal Indonesia. Sejak zaman pendudukan Jepang ia telah dalam lapangan
penerangan. Ia turut mendirikan Kantor Berita ANTARA, kemudian mendirikan dan
memimpin harian Indonesia Raya yang telah dilarang terbit. Ia mendirikan
majalah sastra Horizon bersama-sama kawan-kawannya. Pada waktu pemerintahan
rezim Soekarno, ia dijebloskan ke dalam penjara hampir sembilan tahun lamanya dan
baru dibebaskan pada tahun 1966. Pemikirannya selama di penjara, ia tuangkan
dalam buku Catatan Subversif (1980). Karya-karya populernya :
• Tidak Ada Esok (novel, 1951)
• Jalan tak ada ujung (novel, 1952)
• Si Jamal dan Cerita-Cerita Lain (kumpulan cerpen, 1950)
• Teknik Mengarang (1951)
• Teknik Menulis Skenario Film (1952)
• Harimau-Harimau! (1977)
• Harta Karun (cerita anak, 1964)
• Tanah Gersang (novel, 1966)
• Senja di Jakarta (novel, 1970; diinggriskan Claire Holt dengan judul Twilight
in Jakarta, 1963)
• Judar Bersaudara (cerita anak, 1971)
• Penyamun dalam Rimba (cerita anak, 1972)
• Manusia Indonesia (1977)
• Berkelana dalam Rimba (cerita anak, 1980)
• Kuli Kontrak (kumpulan cerpen, 1982)
• Bromocorah (kumpulan cerpen, 1983)
Terjemahannya:
• Tiga Cerita dari Negeri Dollar (kumpulan cerpen, John Steinbeck, Upton
Sinclair, dan John Russel, 1950)
• Orang Kaya (novel F. Scott Fitgerald, 1950)
• Yakin (karya Irwin Shaw, 1950)
• Kisah-kisah dari Eropa (kumpulan cerpen, 1952)
• Cerita dari Tiongkok (terjemahan bersama Beb Vuyk dan S. Mundingsari, 1953
Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta Toer (lahir di Blora, Jawa Tengah, 6 Februari 1925 – wafat di
Jakarta, 30 April 2006 pada umur 81 tahun), secara luas dianggap sebagai salah
satu pengarang yang produktif dalam sejarah sastra Indonesia. Pramoedya telah
menghasilkan lebih dari 50 karya dan diterjemahkan ke dalam lebih dari 41
bahasa asing.
Berikut adalah karya-karyanya kecuali judul pertama, semua judul sudah
disesuaikan ke dalam Ejaan Yang Disempurnakan.
• Sepoeloeh Kepala Nica (1946), hilang di tangan penerbit Balingka, Pasar Baru,
Jakarta, 1947
• Kranji–Bekasi Jatuh (1947), fragmen dari Di Tepi Kali Bekasi
• Perburuan (1950), pemenang sayembara Balai Pustaka, Jakarta, 1949
• Keluarga Gerilya (1950)
• Subuh (1951), kumpulan 3 cerpen
• Percikan Revolusi (1951), kumpulan cerpen
• Mereka yang Dilumpuhkan (I & II) (1951)
• Bukan Pasarmalam (1951)
• Di Tepi Kali Bekasi (1951), dari sisa naskah yang dirampas Marinir Belanda
pada 22 Juli 1947
• Dia yang Menyerah (1951), kemudian dicetak ulang dalam kumpulan cerpen
• Cerita dari Blora (1952), pemenang karya sastra terbaik dari Badan Musyawarah
Kebudayaan Nasional, Jakarta, 1953
• Gulat di Jakarta (1953)
• Midah Si Manis Bergigi Emas (1954)
• Korupsi (1954)
• Mari Mengarang (1954), tak jelas nasibnya di tangan penerbit
• Cerita Dari Jakarta (1957)
• Cerita Calon Arang (1957)
• Sekali Peristiwa di Banten Selatan (1958)
• Panggil Aku Kartini Saja (I & II, 1963; III & IV dibakar Angkatan
Darat pada 13 Oktober 1965
6.Angkatan 50
Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan H.B.
Jassin. Ciri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita
pendek dan kumpulan puisi. Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan
diteruskan dengan majalah sastra lainnya, Sastra.
Pada angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan sastrawan, yang bergabung
dalam Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) yang berkonsep sastra
realisme-sosialis. Timbullah perpecahan dan polemik yang berkepanjangan
diantara kalangan sastrawan di Indonesia pada awal tahun 1960; menyebabkan
mandegnya perkembangan sastra karena masuk kedalam politik praktis dan berakhir
pada tahun 1965 dengan pecahnya G30S di Indonesia.
Ajip Rosidi
Ajip Rosidi (baca: Ayip Rosidi), (lahir di Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat,
31 Januari 1938; umur 71 tahun) adalah sastrawan Indonesia.
Ada ratusan karya Ajip. Beberapa di antaranya
• Tahun-tahun Kematian (kumpulan cerpen, 1955)
• Ketemu di Jalan (kumpulan sajak bersama SM Ardan dan Sobron Aidit, 1956)
• Pesta (kumpulan sajak, 1956)
• Di Tengah Keluarga (kumpulan cerpen, 1956)
• Sebuah Rumah buat Haritua (kumpulan cerpen, 1957)
• Perjalanan Penganten (roman, 1958, sudah diterjemahkan ke dalam bahasa
Perancis oleh H. Chambert-Loir, 1976; Kroatia, 1978, dan Jepang oleh T. Kasuya,
1991)
• Cari Muatan (kumpulan sajak, 1959)
• Membicarakan Cerita Pendek Indonesia (1959)
• Surat Cinta Enday Rasidin (kumpulan sajak, 1960);
• Pertemuan Kembali (kumpulan cerpen, 1961)
• Kapankah Kesusasteraan Indonesia lahir? (1964; cetak ulang yang direvisi,
1985)
Haji Ali Akbar Navis
Haji Ali Akbar Navis (lahir di Kampung Jawa, Padang, Sumatra Barat, 17 November
1924 – wafat 22 Maret 2003 pada umur 78 tahun) adalah seorang sastrawan dan
budayawan terkemuka di Indonesia yang lebih dikenal dengan nama A.A. Navis. Ia
menjadikan menulis sebagai alat dalam kehidupannya. Karyanya yang terkenal
adalah cerita pendek Robohnya Surau Kami. Navis ‘Sang Pencemooh’ adalah sosok
yang ceplas-ceplos, apa adanya. Kritik-kritik sosialnya mengalir apa adanya
untuk membangunkan kesadaran setiap pribadi, agar hidup lebih bermakna. Ia
selalu mengatakan yang hitam itu hitam dan yang putih itu putih. Ia amat
gelisah melihat negeri ini digerogoti para kopruptor. Pada suatu kesempatan ia
mengatakan kendati menulis adalah alat utamanya dalam kehidupan tapi jika
dikasih memilih ia akan pilih jadi penguasa untuk menangkapi para koruptor.
Walaupun ia tahu risikonya, mungkin dalam tiga bulan, ia justeru akan duluan
ditembak mati oleh para koruptor itu.
Ia yang mengaku mulai menulis sejak tahun 1950, namun hasil karyanya baru
mendapat perhatian dari media cetak sekitar 1955, itu telah menghasilkan
sebanyak 65 karya sastra dalam berbagai bentuk. Ia telah menulis 22 buku,
ditambah lima antologi bersama sastrawan lainnya, dan delapan antologi luar
negeri, serta 106 makalah yang ditulisnya untuk berbagai kegiatan akademis di
dalam maupun di luar negeri dan dihimpun dalam buku Yang Berjalan Sepanjang
Jalan. Novel terbarunya, Saraswati, diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama pada
2002.
Beberapa karyanya yang amat terkenal adalah:
• Surau Kami (1955)
• Bianglala (1963)
• Hujan Panas (1964)
• Kemarau (1967)
• Saraswati
• Si Gadis dalam Sunyi (1970)
• Dermaga dengan Empat Sekoci (1975)
• Di Lintasan Mendung (1983)
• Dialektika Minangkabau (editor, 1983)
• Alam Terkembang Jadi Guru (1984)
• Hujan Panas dan Kabut Musim (1990)
• Cerita Rakyat Sumbar (1994)
Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin
Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin (lahir di Semarang, Jawa Tengah, 29 Februari
1936) atau lebih dikenal dengan nama NH Dini adalah sastrawan, novelis, dan
feminis Indonesia.
• Dua Dunia (1950)
• Hati jang Damai (1960)
Nugroho Notosusanto
Nugroho Notosusanto (Rembang, 15 Juli 1930 – Jakarta, 3 Juni 1985) adalah
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Kabinet Pembangunan IV (1983-1985).
Sebelumnya juga ia pernah menjadi Rektor Universitas Indonesia (1982-1983). Ia
berkarir di bidang militer dan pendidikan. Beberapa karyanya :
• Hujan Kepagian (1958)
• Rasa Sajangé (1961)
• Tiga Kota (1959)
Sitor Situmorang
Sitor Situmorang (lahir 2 Oktober 1923 di Harianboho, Samosir, Sumatera
Utara)dengan nama Raja Usu adalah wartawan, sastrawan, dan penyair Indonesia.
Ayahnya adalah Ompu Babiat Situmorang yang pernah berjuang melawan tentara
kolonial Belanda bersama Sisingamangaraja XII. Beberapa karyanya yaitu :
• Dalam Sadjak (1950)
• Djalan Mutiara: kumpulan tiga sandiwara (1954)
• Pertempuran dan Saldju di Paris (1956)
• Surat Kertas Hidjau: kumpulan sadjak (1953)
• Wadjah Tak Bernama: kumpulan sadjak (1955)
Toto Sudarto Bachtiar
Toto Sudarto Bachtiar (Cirebon, Jawa Barat, 12 Oktober 1929, meninggal karena
serangan jantung di Cisaga, Banjar, Jawa Barat 9 Oktober 2007) adalah penyair
Indonesia yang seangkatan dengan W.S. Rendra. Penyair angkatan 1950-1960-an ini
dikenal masyarakat luas dengan puisinya, antara lain Pahlawan Tak Dikenal,
Gadis Peminta-minta, Ibukota Senja, Kemerdekaan, Ode I, Ode II, dan Tentang
Kemerdekaan. Beberapa karyanya :
• Suara : kumpulan sadjak 1950-1955 (1962)
• Etsa, sadjak-sadjak (1958)
Willibrordus Surendra Broto Rendra
Willibrordus Surendra Broto Rendra (lahir di Solo, Jawa Tengah, 7 November
1935; umur 73 tahun) adalah penyair ternama yang kerap dijuluki sebagai “Burung
Merak”. Ia mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta pada tahun 1967 dan juga
Bengkel Teater Rendra di Depok. Semenjak masa kuliah beliau sudah aktif menulis
cerpen dan esai di berbagai majalah.
Beberapa karyanya :
Drama
• Orang-orang di Tikungan Jalan (1954)
• Bip Bop Rambaterata (Teater Mini Kata)
• SEKDA (1977)
• Selamatan Anak Cucu Sulaiman (dimainkan 2 kali)
• Mastodon dan Burung Kondor (1972)
• Hamlet (terjemahan dari karya William Shakespeare, dengan judul yang sama)-
dimainkan dua kali
• Macbeth (terjemahan dari karya William Shakespeare, dengan judul yang sama)
• Oedipus Sang Raja (terjemahan dari karya Sophokles, aslinya berjudul “Oedipus
Rex”)
• Lisistrata (terjemahan)
• Odipus di Kolonus (Odipus Mangkat) (terjemahan dari karya Sophokles,
• Antigone (terjemahan dari karya Sophokles,
• Kasidah Barzanji (dimainkan dua kali)
• Perang Troya Tidak Akan Meletus (terjemahan dari karya Jean Giraudoux asli
dalam bahasa Prancis: “La Guerre de Troie n’aura pas lieu”)
• Panembahan Reso (1986)
• Kisah Perjuangan Suku Naga (dimainkan 2 kali)
Sajak/Puisi
• Balada Orang-Orang Tercinta (Kumpulan sajak)
• Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta
• Blues untuk Bonnie
• Empat Kumpulan Sajak
• Jangan Takut Ibu
• Mencari Bapak
• Nyanyian Angsa
• Pamphleten van een Dichter
• Perjuangan Suku Naga
• Pesan Pencopet kepada Pacarnya
• Potret Pembangunan Dalam Puisi
• Rendra: Ballads and Blues Poem (terjemahan)
• Rick dari Corona
• Rumpun Alang-alang
• Sajak Potret Keluarga
• Sajak Rajawali
• Sajak Seonggok Jagung
• Sajak Seorang Tua tentang Bandung Lautan Api
• State of Emergency
• Surat Cinta
7.Angkatan 66-70
Angkatan ini ditandai dengan terbitnya majalah sastra Horison. Semangat
avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya sastra pada
angkatan ini yang sangat beragam dalam aliran sastra, munculnya karya sastra
beraliran surrealistik, arus kesadaran, arketip, absurd, dll pada masa angkatan
ini di Indonesia. Penerbit Pustaka Jaya sangat banyak membantu dalam
menerbitkan karya karya sastra pada masa angkatan ini. Sastrawan pada akhir
angkatan yang lalu termasuk juga dalam kelompok ini seperti Motinggo Busye,
Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur Rasuanto, Goenawan Mohamad,
Sapardi Djoko Damono dan Satyagraha Hoerip Soeprobo dan termasuk paus sastra
Indonesia, H.B. Jassin.
Seorang sastrawan pada angkatan 50-60-an yang mendapat tempat pada angkatan ini
adalah Iwan Simatupang. Pada masanya, karya sastranya berupa novel, cerpen dan
drama kurang mendapat perhatian bahkan sering menimbulkan kesalah-pahaman; ia
lahir mendahului jamannya.
Sutardji Calzoum Bachri
Sutardji Calzoum Bachri lahir di Rengat, Indragiri Hulu pada tanggal 24 Juni
1941 adalah pujangga Indonesia terkemuka. Setelah lulus SMA Sutardji Calzoum
Bachri melanjutkan studinya ke Fakultas Sosial Politik Jurusan Administrasi
Negara, Universitas Padjadjaran, Bandung. Pada mulanya Sutardji Calzoum Bachri
mulai menulis dalam surat kabar dan mingguan di Bandung, kemudian
sajak-sajaknyai dimuat dalam majalah Horison dan Budaya Jaya serta ruang
kebudayaan Sinar Harapan dan Berita Buana.
Dari sajak-sajaknya itu Sutardji memperlihatkan dirinya sebagai pembaharu
perpuisian Indonesia. Terutama karena konsepsinya tentang kata yang hendak
dibebaskan dari kungkungan pengertian dan dikembalikannya pada fungsi kata
seperti dalam mantra.
Pada musim panas 1974, Sutardji Calzoum Bachri mengikuti Poetry Reading
International di Rotterdam. Kemudian ia mengikuti seminar International Writing
Program di Iowa City, Amerika Serikat dari Oktober 1974 sampai April 1975.
Sutardji juga memperkenalkan cara baru yang unik dan memikat dalam pembacaan
puisi di Indonesia.
Sejumlah sajaknya telah diterjemahkan Harry Aveling ke dalam bahasa Inggris dan
diterbitkan dalam antologi Arjuna in Meditation (Calcutta, India), Writing from
the World (Amerika Serikat), Westerly Review (Australia) dan dalam dua antologi
berbahasa Belanda: Dichters in Rotterdam (Rotterdamse Kunststichting, 1975) dan
Ik wil nog duizend jaar leven, negen moderne Indonesische dichters (1979). Pada
tahun 1979, Sutardji dianugerah hadiah South East Asia Writer Awards atas
prestasinya dalam sastra di Bangkok, Thailand.
O Amuk Kapak merupakan penerbitan yang lengkap sajak-sajak Calzoum Bachri dari
periode penulisan 1966 sampai 1979. Tiga kumpulan sajak itu mencerminkan secara
jelas pembaharuan yang dilakukannya terhadap puisi Indonesia modern.
Abdul Hadi Widji Muthari
Abdul Hadi Widji Muthari (lahir di Sumenep, Madura, Jawa Timur, 24 Juni 1946;
umur 62 tahun) adalah salah satu sastrawan Indonesia. Sejak kecil ia telah
mencintai puisi. Penulisannya dimatangkan terutama oleh karya-karya Amir Hamzah
dan Chairil Anwar, ditambah dengan dorongan orangtua, kawan dan gurunya.
Beberapa karyanya :
• Meditasi (1976)
• Laut Belum Pasang (1971)
• Cermin (1975)
• Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur (1975)
• Tergantung Pada Angin (1977)
• Anak Laut, Anak Angin (1983)
Sapardi Djoko Damono
Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono (lahir di Surakarta, 20 Maret 1940; umur 68
tahun) adalah seorang pujangga Indonesia terkemuka. Ia dikenal dari berbagai
puisi-puisi yang menggunakan kata-kata sederhana, sehingga beberapa di antaranya
sangat populer. Beberapa karyanya :
• Dukamu Abadi – (kumpulan puisi)
• Mata Pisau dan Akuarium – (kumpulan puisi)
• Perahu Kertas – (kumpulan puisi)
• Sihir Hujan – (kumpulan puisi)
• Hujan Bulan Juni – (kumpulan puisi)
• Arloji – (kumpulan puisi)
• Ayat-ayat Api – (kumpulan puisi)
Goenawan Soesatyo Mohamad
Goenawan Soesatyo Mohamad (lahir di Karangasem, Batang, Jawa Tengah, 29 Juli
1941; umur 67 tahun) adalah seorang sastrawan Indonesia terkemuka. Ia juga
salah seorang pendiri Majalah Tempo.
Goenawan Mohamad adalah seorang intelektual yang punya wawasan yang begitu
luas, mulai pemain sepak bola, politik, ekonomi, seni dan budaya, dunia
perfilman, dan musik. Pandangannya sangat liberal dan terbuka. Seperti kata
Romo Magniz-Suseno, salah seorang koleganya, lawan utama Goenawan Mohamad
adalah pemikiran monodimensional.
Beberapa karya Goenawan Mohammad antara lain :
• Interlude
• Parikesit
• Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang – (kumpulan esai)
• Asmaradana
• Misalkan Kita di Sarajevo
Iwan Martua Dongan Simatupang
Iwan Martua Dongan Simatupang lahir di Sibolga, Sumatera Utara tanggal 18
Januari 1928. Ia belajar di HBS di Medan, lalu melanjtukan ke sekolah
kedokteran (NIAS) di Surabaya tapi tidak selesai. Kemudian belajar antropologi
dan filsafat di Leiden dan Paris. Tulisan-tulisannya dimuat di majalah Siasat
dan Mimbar Indonesia mulai tahun 1952.
Karya novel yang terkenal Merahnya Merah (1968) mendapat hadiah sastra Nasional
1970, dan Ziarah (1970) mendapat hadiah roman ASEAN terbaik 1977.
Iwan Simatupang meninggal di Jakarta 4 Agustus 1970.
Beberapa karyanya antara lain :
• Ziarah
• Kering
• Merahnya Merah
• Koong
• RT Nol / RW Nol – (drama)
• Tegak Lurus Dengan Langit
Taufiq Ismail
Taufiq Ismail (lahir di Bukittinggi, 25 Juni 1935; umur 73 tahun) ialah seorang
sastrawan Indonesia. Pengkategoriannya sebagai penyair Angkatan ’66 oleh Hans
Bague Jassin merisaukannya, misalnya dia puas diri lantas proses penulisannya
macet. Ia menulis buku kumpulan puisi, seperti Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia,
Tirani dan Benteng, Tirani, Benteng, Buku Tamu Musim Perjuangan, Sajak Ladang
Jagung, Kenalkan, Saya Hewan, Puisi-puisi Langit, Prahara Budaya:Kilas Balik
Ofensif Lekra/PKI dkk, Ketika Kata Ketika Warna, Seulawah-Antologi Sastra Aceh,
dan lain-lain.
sumber: gitariskatak.blogspot.com