Nama: Abdullah Hamami
Muslil
Nim :1614015035
Prodi: Sastra Indonesia
(A)
Permainan Cublak-Cublak Suweng didaerah Jawa
Assallammuallaikum wr.wb.
Kali
ini kita akan membahas tentang permainan tradisional yang mungkin tidak asing
lagi namanya yaitu Cublek-cublek suweng. Kenapa dinamakan Cublak-cublak suweng mungkin karena pada
mulanya kata nya adalah dari bahasa jawa dicublek-cublek (ditonjok-tonjok),
Kemudian Suweng (subang) yang terbuat dari tanduk (biasa disebut unwer). Permainan ini biasa dimainkan pada
sore dan malam hari (saat bulan purnama) dengan mengambil tempat dihalaman
rumah atau di emper (teras) rumah. Permainan ini bersifat rekreatif juga
mendidik anak untuk tidak menjadi pemalu (clingus), berani, beretika, aktif mengambil prakarsa, serta mudah bergaul.
Di dalam kehidupan nyata memang anak-anak harus di berikan pengertian dalam
bergaul di lingkungan masyarakat. Oleh karena itu pergaulan pada hakikatnya
merupakan suatu gejala yang lahir karena adanya interaksi antar-pribadi dalam
suatu kelompok masyarakat, manusia berdasarkan status sosial yang dipunyai oleh
seseorang. Jadi, pergaulan ini akan menjadi jelas apabila terjadi komunikasi
dan kerjasama antar-pribadi dalam suatu keluarga maupun masyarakat.dengan
diberikannya permainan-permainan yang mendidik serta aktif seperi permainan
Cublak-cublak suweng ini.
Pada
dasarnya tata kerama adalah kebiasaan yang dimiliki oleh seseorang sejak lahir dalam hubungan antar masyarakat serta keluarga
salah satunnya dipengaruhi oleh faktor pendidikan. Oleh karena itu pendidikan
remaja adalah agar anak dapat mendhem
jero, mikul dhuwur, artinya setiap anak didik agar selalu berbakti kepada
orang tua dan membawa nama baik orang tua serta semua keluarga. Menjadi manusia
yang berguna bagi nusa dan bangsa serta masyarakat termasuk didalamnya adalah
keluarga. Mendhem Jero artinya
mengubur sampai sedalam-dalamnya dengan maksud agar kekurangan, kekhilafan
serta dosa-dosa orang tua dapat dikubur/ditutup rapat-rapat jangan diketahui
oleh pihak lainnya. Mikul dhuwur artinya
memikul tingggi dengan maksud agar anak-anak selalu membawa nama baik orang
tua.
Tidak di ketahui dimana
dan kapan permainan ini muncul pertama kali. Namun, yang jelas permainan ini
hidup pelosok Jawa Tengah dan Yogjakarta kemudian menyebar keseluruh Jawa. Pemain
Cublak-cublak suweng berkisar antara 5-7 orang anak dengan umur sekitar 6-14
tahun. Bagi yang masih berumur 6-9 tahun adalah masa belajar, sedangkan bagi
yang berumur 10-14 tahun adalah melatih adik-adiknya yang masih kecil.
Permainan Cublak-cublak suweng ini dapat dimainkan oleh anak laki-laki maupun
anak perempuan.
Permainan
Cublak-cublak suweng memerlukan perlengkapan sebuah suweng (subang) tanduk yang disebut uwer. Bila benda ini sulit didapatkan, maka bisa digantikan oleh
kerikil, biji-bijian, atau benda apapun saja yang besarnya menyerupai sumbang.
Selain perlengkapan tersebut, Cublak-cublak suweng disertai juga lagu
pengiring. Lagu Cublak-cublak suweng dinyanyikan oleh para pemain sewaktu
permainan berlangsung. Syair lagu Cublak-cublak suweng adalah sebagai berikut:
Cublak-cublak suweng,
Suwenge ting gelenter,
Mambu ketundhung gedel,
Pak Empong orong orong,
Pak Empong orong orong,
Sir sir plak dhele koplak ora enak
Sir sir plak dhele koplak ora enak
Misalkan
pemain berjumlah tujuh orang anak [A, B, C, D, E, F, dan G]. Setelah dilakukan
undian dengan jalan suit maka G-lah yang jadi, sedangkan A, B, C, D, E, dan F
bersetatus mentas. Si-G kemudian duduk timpuh dan telungkup di lantai atau tanah
dan dikelilingi oleh pemain mentas. Salah seorang di antara pemain mentas
ditunjuk sebagai Embok’. Kedua belah tangan para pemain mentas tadi
diletakkan dipunggung si-G dalam posisi telapak tang di atas. Begitu para
pemain mentas mulai menyanyikan lagu Cublak-cublak suweng, maka si Embok' memegang ‘unwer’ ditangan para pemain mentas. Pada saat lagu sampai kalimat ‘Pak Empong orong orong’ semua telapak
tangan digenggamkan. Kemudian, pada saat nyanyian sampai pada kalimat ‘Sir sir plak dhele koplak’. Semua
peserta tangannya menggenggam tetapi telunjuknya menjulur ke luar dan melakukan
gerakan seolah-olah menyisir selai antara telunjuk kiri dan telunjuk kanan.
Perbuatan itu tadi bahwa para pemain meminta kepada si-G agar menebak dimana
letak unwer, dan apa bila tidak ketemu seolah-olah merekan menertawakannhya.
Sedangkan si-G, pada saat lagu sampai pada kalimat ‘Pak Empong orong orong’ yang kedua, dia menegakkan badannya dalam
posisi serta mentas. Dia berusaha menebak di mana letak uwer yang dijalankan
oleh Embok’ tadi. Apabila si-G dalam menebak tidak tepat,maka si-G jadi lagi
dan permainan diulang dari awal lagi. Sedangkan apa bila menebaknya benar, maka
pemain yang tertebak menggenggam tadi berganti menjadi pemain jadi dan si-G
menjadi pemain mentas. Demikian seterusnya, dan permainan berakhir apa bila
mereka merasa bosan.
Daftar
Pustaka :
-
Wiyasa
Bratawidjaja Thomas, Upacara tradisional Masyarakat Jawa, Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 1998.
-
Dharmamulya
Sukriman, dkk, Permainan Tradisional Jawa, Jakarta: KEPEL PRES, 2005.
-
Drs.
Reksodihardjo Soegeng, dkk, Tata Kelakuan di Lingkungan Keluarga dan Masyarakat
Daerah Jawa Tengah, Yogyakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1990.
-
Prof.
Dr. Ny. Semiawan Conny, dkk, Tata Kerama Pergaulan, Jakarta: Balai Pustaka, 2003