Rabu, 01 Maret 2017

Permainan Cublak-Cublak Suweng didaerah Jawa

Nama: Abdullah Hamami Muslil
Nim  :1614015035
Prodi: Sastra Indonesia (A)


Permainan Cublak-Cublak Suweng didaerah Jawa


Assallammuallaikum wr.wb.
Kali ini kita akan membahas tentang permainan tradisional yang mungkin tidak asing lagi namanya yaitu Cublek-cublek suweng. Kenapa dinamakan Cublak-cublak suweng mungkin karena pada mulanya kata nya adalah dari bahasa jawa dicublek-cublek (ditonjok-tonjok), Kemudian Suweng (subang) yang terbuat dari tanduk (biasa disebut unwer). Permainan ini biasa dimainkan pada sore dan malam hari (saat bulan purnama) dengan mengambil tempat dihalaman rumah atau di emper (teras) rumah. Permainan ini bersifat rekreatif juga mendidik anak untuk tidak menjadi pemalu (clingus), berani, beretika,  aktif mengambil prakarsa, serta mudah bergaul. Di dalam kehidupan nyata memang anak-anak harus di berikan pengertian dalam bergaul di lingkungan masyarakat. Oleh karena itu pergaulan pada hakikatnya merupakan suatu gejala yang lahir karena adanya interaksi antar-pribadi dalam suatu kelompok masyarakat, manusia berdasarkan status sosial yang dipunyai oleh seseorang. Jadi, pergaulan ini akan menjadi jelas apabila terjadi komunikasi dan kerjasama antar-pribadi dalam suatu keluarga maupun masyarakat.dengan diberikannya permainan-permainan yang mendidik serta aktif seperi permainan Cublak-cublak suweng ini.
Pada dasarnya tata kerama adalah kebiasaan yang dimiliki oleh seseorang sejak lahir  dalam hubungan antar masyarakat serta keluarga salah satunnya dipengaruhi oleh faktor pendidikan. Oleh karena itu pendidikan remaja adalah agar anak dapat mendhem jero, mikul dhuwur, artinya setiap anak didik agar selalu berbakti kepada orang tua dan membawa nama baik orang tua serta semua keluarga. Menjadi manusia yang berguna bagi nusa dan bangsa serta masyarakat termasuk didalamnya adalah keluarga. Mendhem Jero artinya mengubur sampai sedalam-dalamnya dengan maksud agar kekurangan, kekhilafan serta dosa-dosa orang tua dapat dikubur/ditutup rapat-rapat jangan diketahui oleh pihak lainnya. Mikul dhuwur artinya memikul tingggi dengan maksud agar anak-anak selalu membawa nama baik orang tua.
Tidak di ketahui dimana dan kapan permainan ini muncul pertama kali. Namun, yang jelas permainan ini hidup pelosok Jawa Tengah dan Yogjakarta kemudian menyebar keseluruh Jawa. Pemain Cublak-cublak suweng berkisar antara 5-7 orang anak dengan umur sekitar 6-14 tahun. Bagi yang masih berumur 6-9 tahun adalah masa belajar, sedangkan bagi yang berumur 10-14 tahun adalah melatih adik-adiknya yang masih kecil. Permainan Cublak-cublak suweng ini dapat dimainkan oleh anak laki-laki maupun anak perempuan.
Permainan Cublak-cublak suweng memerlukan perlengkapan sebuah suweng (subang) tanduk yang disebut uwer. Bila benda ini sulit didapatkan, maka bisa digantikan oleh kerikil, biji-bijian, atau benda apapun saja yang besarnya menyerupai sumbang. Selain perlengkapan tersebut, Cublak-cublak suweng disertai juga lagu pengiring. Lagu Cublak-cublak suweng dinyanyikan oleh para pemain sewaktu permainan berlangsung. Syair lagu Cublak-cublak suweng adalah sebagai berikut:
Cublak-cublak suweng,
Suwenge ting gelenter,
Mambu ketundhung gedel,
Pak Empong orong orong,
Pak Empong orong orong,
Sir sir plak dhele koplak ora enak
Sir sir plak dhele koplak ora enak

Misalkan pemain berjumlah tujuh orang anak [A, B, C, D, E, F, dan G]. Setelah dilakukan undian dengan jalan suit maka G-lah yang jadi, sedangkan A, B, C, D, E, dan F bersetatus mentas. Si-G kemudian duduk timpuh dan telungkup di lantai atau tanah dan dikelilingi oleh pemain mentas. Salah seorang di antara pemain mentas ditunjuk sebagai Embok’. Kedua belah tangan para pemain mentas tadi diletakkan dipunggung si-G dalam posisi telapak tang di atas. Begitu para pemain mentas mulai menyanyikan lagu Cublak-cublak suweng, maka si Embok' memegang ‘unwer’ ditangan para pemain mentas. Pada saat lagu sampai kalimat ‘Pak Empong orong orong’ semua telapak tangan digenggamkan. Kemudian, pada saat nyanyian sampai pada kalimat ‘Sir sir plak dhele koplak’. Semua peserta tangannya menggenggam tetapi telunjuknya menjulur ke luar dan melakukan gerakan seolah-olah menyisir selai antara telunjuk kiri dan telunjuk kanan. 
Perbuatan itu tadi bahwa para pemain meminta kepada si-G agar menebak dimana letak unwer, dan apa bila tidak ketemu seolah-olah merekan menertawakannhya. Sedangkan si-G, pada saat lagu sampai pada kalimat ‘Pak Empong orong orong’ yang kedua, dia menegakkan badannya dalam posisi serta mentas. Dia berusaha menebak di mana letak uwer yang dijalankan oleh Embok’ tadi. Apabila si-G dalam menebak tidak tepat,maka si-G jadi lagi dan permainan diulang dari awal lagi. Sedangkan apa bila menebaknya benar, maka pemain yang tertebak menggenggam tadi berganti menjadi pemain jadi dan si-G menjadi pemain mentas. Demikian seterusnya, dan permainan berakhir apa bila mereka merasa bosan.






Daftar Pustaka :
-          Wiyasa Bratawidjaja Thomas, Upacara tradisional Masyarakat Jawa, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1998.
-          Dharmamulya Sukriman, dkk, Permainan Tradisional Jawa, Jakarta: KEPEL PRES, 2005.
-          Drs. Reksodihardjo Soegeng, dkk, Tata Kelakuan di Lingkungan Keluarga dan Masyarakat Daerah Jawa Tengah, Yogyakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1990.
-          Prof. Dr. Ny. Semiawan Conny, dkk, Tata Kerama Pergaulan, Jakarta: Balai Pustaka, 2003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar